Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Wisata Sejarah, Teka-teki Letak Kerajaan Mataram di Kotagede

image-gnews
Rumah di perempatan jalan di Kampung Ndalem, Kotagede, Yogyakarta, menjadi tempat penyimpanan situs Watu Gilang. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Rumah di perempatan jalan di Kampung Ndalem, Kotagede, Yogyakarta, menjadi tempat penyimpanan situs Watu Gilang. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Situs bekas bangunan Kerajaan Mataram Islam di Kotagede Yogyakarta belum ditemukan. Letak persis bangunan kerajaan yang berkuasa pada abang ke-16 itu hingga kini masih menjadi teka-teki.

Baca: Pasar Keroncong Kotagede, Kemeriahan di Kawasan Kerajaan Mataram

Pemandu wisata Jelajah Pusaka Mataram, David Nugroho mengatakan ketiadaan peninggalan berupa bangunan dari Kerajaan Mataram Islam di Kotagede, Yogyakarta, bisa jadi karena bangunan pada masa itu terbuat dari kayu. "Jadi tak ada peninggalan bangunan yang tersisa,” kata David saat wisata Jelajah Pusaka Mataram pada Sabtu, 21 April 2019.

Kondisi ini berbeda dengan bangunan Kerajaan Mataram lain di berbagai daerah. Kerajaan Mataram sempat dipindahkan ke Karta pada 1613-1647, lalu ke Pleret di tahun 1647-1681. Baik di Kerto maupun Pleret, terdapat jejak kedigdayaan Kerajaan Mataram Islam.

David Nugroho menceritakan Kerajaan Mataram Islam di Kotagede berdiri di bekas hutan yang bernama Alas Mentaok. Nama mentaok diambil dari jenis tanaman yang kini langka. Di kompleks makam dan masjid Kotagede terdapat satu pohon mentaok. Beberapa tanaman mentaok lain ditanam untuk dilestarikan di depan Pasar Kotagede.

Pohonn mentaok begitu tinggi. Daunnya agak lebar seperti daun salam. Konon, nama Mataram diambil dari kata mentaok arum atau mentaok yang harum. Kemudian menjadi Mentaram, lalu Mataram.

Kembali ke cerita Alas Mentaok yang menjadi asal usul titik Kerajaan Mataram Islam. Alas Mentaok adalah hadiah dari Raja Pajang Hadiwijaya kepada Ki Ageng Pemanahan yang telah mengalahkan musuh Kerajaan Pajang, Arya Penangsang. Namun saat tiba di Alas Mentaok untuk mendirikan padepokan, sudah ada orang lain yang menempati yaitu Ki Jayaprana.

Baca juga: Berebut Sandaran Tangan di Kursi Tengah Pesawat, Itu Hak Siapa?

Ki Jayaprana menolak pergi dari Alas Mentaok, kecuali Ki Ageng Pemanahan bisa memindahkannya dengan cara digendong. Dua orang yang sama-sama sakti itu kemudian saling beradu kekuatan. "Ki Ageng Pemanahan hanya mampu menggendong Ki Jayaprana sejauh sekitar 500 meter saja," ucap David Nugroho.

Di tempat itulah Ki Jayaprana tinggal dan dikenal sebagai Kampung Jayapranan. Adapun Ki Ageng Pemanahan mendirikan padepokan yang menjadi cikal bakal Kerajaan Mataram Islam yang dipimpin raja pertama, yakni anaknya sendiri, Panembahan Senopati.

Situs Watu Gilang yang diyakini sebagai singgasana Raja Mataram Islam Pertama, Panembahan Senopati. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kawasan kerajaan Mataram Islam itu sekarang bernama Kampung Ndalem yang berada di selatan Pasar Kotagede. Di sana, yang tersisa hanya sebagian benteng Cepuri dan batu andesit yang disebut Watu Gilang. Batu itu berwarna hitam berbentuk kotak ukuran 2 x 2 meter dengan ketebalan 30 sentimeter dan disimpan di dalam bangunan kecil di tengah jalan Kampung Ndalem. Tempat ini diyakini sebagai singgasana Panembahan Senopati.

Pada permukaan Watu Gilang terdapat ukiran berupa tulisan latin dengan huruf besar dalam empat bahasa. Istri juru kunci Situs Watu Gilang, Suheryanti menunjukkan ukiran tulisan yang sudah terlihat rusak itu. Bahasa Latin “ITA MOVETUR MUNDUS”, bahasa Prancis “AINSI VA LE MONDE”, bahasa Belanda “ZOO GAT DE WERELD”, dan bahasa Italia “COSI VAN IL MONDU”.

Keempat kalimat itu bermakna “demikianlah perubahan dunia”. Ditulis dengan bentuk melingkar. Bagian tengahnya ada tulisan Latin “AD AETERNAM SORTIS INFELICIS” yang artinya untuk memperingati nasib yang kurang baik. Juga ada gambar segitatiga-segitiga yang berjejeran seperti mata gergaji.

Artikel lainnya: Ketahui Akses ke Bandara NYIA dengan Kereta Api

Yang menarik, ada satu tepian Watu Gilang yang berbentuk cekung. Konon tepian batu itu menjadi cekung karena Panembahan Senopati membenturkan kepala menantunya sendiri, Ki Ageng Mangir. Suheryanti menceritakan, Ki Ageng Mangir juga seorang yang sakti namun memberontak terhadap Kerajaan Mataram, yang notabene dipimpin oleh ayah mertuanya.

Panembahan Senopati sengaja menikahnya putrinya, Ni Pembayun dengan Ki Ageng Mangir untuk dapat menaklukkannya. Saat Ki Ageng Mangir menghadap untuk sungkem kepada ayah mertua, Panembahan Senopati menggunakan kesempatan ini dengan membenturkan kepala menantunya itu ke singgasananya, sampai tewas. "Panembahan Senopati menganggap menantunya musuh sekaligus anak,” kata Suheryanti.

Cekungan di bibir Watu Gilang yang diyakini tempat Raja Mataram Islam, Panembahan Senopati membenturkan kepala musuh sekaligus menantunya, Ki Ageng Mangir. TEMPO | Pito Agustin Rudiana

Lantas di manakah posisi Kerajaan Mataram Islam berada? David Nugroho menduga ada di lahan yang kini digunakan sebagai makam keturunan Hamengku Buwono VIII yang disebut Makam Hastorenggo. Lokasinya berseberangan dengan bangunan yang digunakan untuk menyimpan watu gilang.

Sejak keraton pindah ke Karta, tanah bekas keraton di Kotagede tak bertuan. “Orang menyebutnya siti sangar alias tanah angker. Tak ada siapapun yang berani memakai tanah itu,” kata David. Lantaran dianggap angker, tanah itu kemudian dijadikan pemakaman.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Halal Fair Digelar Akhir Pekan Ini di Yogyakarta, Pengunjung Langsung Membeludak

16 jam lalu

Pengunjung memadati event Halal Fair di Jogja Expo Center (JEC) yang digelar 3-5 Mei 2024. Tempo/Pribadi Wicaksono
Halal Fair Digelar Akhir Pekan Ini di Yogyakarta, Pengunjung Langsung Membeludak

Halal Fair 2024 menyajikan nuansa berwisata syariah bersama keluarga, digelar tiga hari di Jogja Expo Center Yogyakarta.


Wisata Karang Boma Cliff: Harga Tiket, Lokasi, dan Cara Menuju Kesana

16 jam lalu

Weekend ini bisa agendakan untuk melancong ke Wisata Karang Boma Cliff. Tempat ini cocok bagi para sunset seekers atau pencari matahari terbenam. Foto: Tripadvisor
Wisata Karang Boma Cliff: Harga Tiket, Lokasi, dan Cara Menuju Kesana

Weekend ini bisa agendakan untuk melancong ke Wisata Karang Boma Cliff. Tempat ini cocok bagi para sunset seekers atau pencari matahari terbenam.


Yogyakarta International Airport Jadi Satu-satunya Bandara Internasional di DIY-Jateng, Ini Kata Sultan HB X

1 hari lalu

Yogyakarta International Airport atau bandara YIA di Kulon Progo. Dok. Istimewa
Yogyakarta International Airport Jadi Satu-satunya Bandara Internasional di DIY-Jateng, Ini Kata Sultan HB X

Yogyakarta International Airport sebagai satu-satunya bandara internasional di wilayah ini menjadi peluang besar bagi Yogyakarta.


Solo Great Sale 2024 Targetkan Pengembangan Potensi Investasi Aglomerasi

1 hari lalu

Wakil Wali Kota Solo Teguh Prakosa (dua dari kiri) memberikan sambutan saat konferensi pers penyelenggaraan Solo Great Sale 2024 di Loji Gandrung Solo, Jawa Tengah, Kamis, 2 Mei 2024. TEMPO/SEPTHIA RYANTHIE
Solo Great Sale 2024 Targetkan Pengembangan Potensi Investasi Aglomerasi

Gelaran Solo Great Sale atau SGS kembali hadir di Kota Solo, Jawa Tengah, menyemarakkan bulan Mei 2024 ini.


Respons Sultan HB X soal Penjabat Kepala Daerah yang Ingin Maju di Pilkada 2024

1 hari lalu

Gubernur DIY Sri Sultan HB X . Tempo/Pribadi Wicaksono
Respons Sultan HB X soal Penjabat Kepala Daerah yang Ingin Maju di Pilkada 2024

Sejumlah partai telah merampungkan penjaringan kandidat untuk Pilkada 2024 di kabupaten/kota Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).


Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

1 hari lalu

Perhelatan menyambut Jogja Fashion Week 2024 Kamis (2/5). Tempo/Pribadi Wicaksono
Jogja Fashion Week 2024 Bakal Libatkan 100 Produsen Fashion dan 112 Desainer

Puncak acara Jogja Fashion Week akan diadakan di Jogja Expo Center Yogyakarta pada 22 - 25 Agustus 2024.


Pilkada 2024, Golkar DIY Jaring 39 Bakal Calon Kepala Daerah

2 hari lalu

Logo Partai Golkar
Pilkada 2024, Golkar DIY Jaring 39 Bakal Calon Kepala Daerah

Partai Golkar DIY telah merampungkan penjaringan bakal calon kepala daerah untuk Pilkada 2024 di lima kabupaten/kota


Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

4 hari lalu

Spot wisata Kano Maritim Mangrove Baros di Bantul Yogyakarta. Dok. Pemda DIY
Jajal Dua Jenis Paket Wisata Naik Kano Susuri Hutan Mangrove Bantul Yogyakarta

Wisatawan diajak menjelajahi ekosistem sepanjang Sungai Winongo hingga muara Pantai Baros Samas Bantul yang kaya keanekaragaman hayati.


Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

4 hari lalu

Proses evakuasi korban jatuh ke jurang di tebing Pantai Ngluwo Gunungkidul, Ahad, 28 April 2024 (Dok. Istimewa)
Cari Lobster di Pantai Gunungkidul, Warga Asal Lampung Jatuh ke Jurang dan Tewas

Masyarakat dan wisatawan diimbau berhati-hati ketika beraktivitas di sekitar tebing pantai Gunungkidul yang memiliki tebing curam.


Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

4 hari lalu

Kampoeng Mataraman Yogyakarta. Dok. Istimewa
Jogja Art Books Festival 2024 Dipusatkan di Kampoeng Mataraman Yogyakarta

JAB Fest tahun ini kami mengusung delapan program untuk mempertemukan seni dengan literasi, digelar di Kampoeng Mataraman Yogyakarta.